BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat
berdampak pula pada produk-produk daging. Berbagai jenis olahan daging telah
banyak beredar dalam masyarakat seperti bakso, sosis, daging asap, abon dan
lain-lain. Sosis merupakan salah satu bahan makanan olahan yang cukup digemari
karena praktis, dan rasanya yang enak. Dengan berkembangnya pengetahuan dan
teknologi, maka cara pengolahan sosis pun berkembang. Di masyarakat, dikenal
beberapa cara yang umum digunakan untuk membuat sosis. Berikut ini akan dibahas
salah satu cara pembuatan
sosis yang tergolong baru dan mudah
diterapkan saat ini.
B. Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan sedikit
informasi mengenai cara pembuatan sosis kepada masyarakat luas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sosis
Sosis berasal dari bahasa latin yaitu
“salsus” yang berarti digarami atau daging yang disiapkan melalui penggaraman
(Pearson dan Tauber, 1984). Sosis yang umum adalah produk daging giling yang
dimasukan kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik
(bulat panjang) dengan berbagai ukuran (Rust, 1987). Sejarah perkembangan sosis
berjalan lambat, dimulai dengan proses penggaraman yang sederhana dan pengeringan
daging. Hal ini dilakukan untuk mengawetkan daging segar yang tidak dikonsumsi
dengan segera (Kramlich, 1971).
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari
daging yang telah dicincang kemudia dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu,
dimasukkan kedalam pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak, dengan atau
tanpa diasap (Hadiwiyoto, 19830). Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah
produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging
tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan
bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke
dalam selongsong sosis.
Pembuatan sosis merupakan suatu teknik
produksi dan pengawetan makanan
yang telah dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis
merupakan topping populer untuk pizza. Sosis terdiri dari bermacam - macam tipe, ada sosis
mentah dan juga sosis matang. Di Indonesia terdapat berpuluh - puluh merk
sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa, tergantung jenis sosisnya dan secara
umum dapat dilihat dari harganya.
B. Landasan
Teori
1. Daging
Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B
dan mineral, khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri
dari air dan bahan- bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan – bahan
yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Kurang lebih 20 % dari semua
bahan padat dalam daging adalah protein. (Sugiyono dan Muchtadi,1992).
Daging adalah
sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia yang
mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Menurut Forrest et al . (1975), nilai nutrisi
daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial
yang lengkap dan seimbang. Di samping kandungan proteinnya tinggi, daging juga mengandung
air, lemak, karbohidrat dan komponen organik (Soeparno,1994).
2. Emulsi Sosis
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua
cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang
lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau
fase diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut
disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai
pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang
terdispersi (Soeparno,1994).
Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu ,
fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut.
Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah
fase kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur,
keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar
partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya,
dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk
kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan pengemulsi.
Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging.
Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya
kandungan lean. Garam mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih
tersedia untuk emulsifikasi.
Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa diemulsi dengan protein ynag
lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi. Kapasitas emulsi dari protein
larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas emulsi protein larut
dalam garam (Wilson et al., 1981).
3. Air
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang
ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk
meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, menggantikan sebagian
air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut
dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase
kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah
penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994). Kandungan air sosis
bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang
digunakan.
Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan
air dalam bentuk es sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk
mencegah agar suhu adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan
emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981).
4. Garam
Garam berfungsi untul memberikan citarasa dan sebagai pengawet.
Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2.5 % karena adanya hubungan dengan
penyakit darah tinggi, penggunaan garam semakin dikurangi. Pada konsentrasi
garam yang sama, sosis yang teksturnya kasar nampaknya kurang asin bila
dibandingkan dengan sosis yang halus teksturnya (Kramlich,1971).
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing,
berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat
meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri
terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam
mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya.
Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
5. Sodium Trifosfat (STPP)
Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering
rata-rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi
kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan
(Wilson et al.,1981). Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk
meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging
dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh
lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 %.
Wilson et al. (1981) mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem
pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan
kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam
produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan
memperlambat oksidasi.
6. Lemak
Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak
berpengaruh pada keempukan da jus daging. Emulsi dari lemak sapi cenderung
lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Sosis
masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 %. (Kramlich,1971).
7. Bahan pengikat
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi,
meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi pengerutan
selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat adalah
material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging dan
emulsifikasi lemak. Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh dari
bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai serta skim bubuk.
(Soeparno,1994).
8. Penyedap dan bumbu
Penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu
produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut. Garam dan merica
merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis (Soeparno, 1994). Bumbu
adalah suatu substansi tumbuhan aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay
sudah dalam bentuk bubuk (Rust, 1987). Penambahn bumbu pada pembuatan sosis
terutama ditujukkan untuk menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain
menambah flavor, dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan
antioksidan (Pearson dan Tauber, 1984
).
9. Selongsong
sosis
Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis.
Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus
selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama
diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson
dan Tauber,1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa
digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu:
1. Selongsong yang terbuat dari usus
hewan
2. Selongsong yang terbuat dari
kolagen
3. Selongsong yang terbuat dari
selulosa
4. Selongsong yang terbuat dari
plastik
5. Selongsong yang terbuat dari logam
Sosis memang jenis makanan yang lezat dan mudah diolah dengan berbagai
resep sosis. Aneka ragam variasi sosis dengan mudah dapat diperoleh baik di pasar
modern maupun pasar tradisional. Perbedaan jenis sosis terletak pada
warna, bentuk, ukuran, cita rasa, bahkan bahan dasar dan proses pembuatannya.
Berdasarkan metode cara membuat Sosis, secara umum dibagi menjadi 5, yaitu :
1.
Fresh Sausage, yaitu sosis yang dibuat dari daging
segar yang belum mengalami pelayuan dan tidak dikuring. Penguringan adalah
suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam
natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu.
Proses pembuatan Sosis segar tidak menggunakan proses pemasakan ataupun
diasapi. Sosis jenis ini harus didinginkan dan dimasak sebelum dimakan.
Contohnya Fresh Beef sausage.
2.
Fresh Smoke Sausage, yaitu Fresh Sausage yang diasap.
Sosis ini juga harus didinginkan dan dimasak sebelum dimakan. Contohnya adalah Mettwurst.
3.
Dry sausage, adalah Fresh sausage yang
dikeringkan.Sosis jenis ini biasanya dimakan dalam kondisi dingin dan didiamkan
dalam jangka waktu lama.
4.
Cooked Sausage, dibuat dari daging segar yang kemudian
dimasak / direbus. Sosis jenis ini biasanya dimakan segera setelah dimasak atau
apabila disimpan maka harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum
dimakan. Contoh sosis jenis ini adalah sosis Veal, Braunschweiger.
5.
Cooked Smoked Sausages, sosis jenis ini hampir sama
dengan Cooked Sausage, tetapi setelah direbus maka sosis diasap atau diasap
dahulu baru kemudian direbus. Sosis jenis ini dapat dimakan panas atau
dingin, tetapi harus disimpan dilemari pendingin, Contohnya Wiener, Kielbasa
atau Bologna.
Sedangkan menurut Dr. Ir. Joko Hermanianto, dosen Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan IPB, sosis dibagi
menjadi 3 jenis yaitu :
1.
Sosis mentah (rohwurst), dibuat dari daging sapi
mentah yang digiling (tanpa proses pemasakan), kemudian ditambahkan kultur
bakteri lactobacillus sehingga terjadi proses fermentasi.
2.
Sosis matang (brunchwurst), dibuat dari daging
mentah digiling, diolah, lalu dimasak. Sosis jenis Brunchwurst merupakan jenis
sosis yang paling banyak beredar di Indonesia
3.
Sosis masak (kochwurst), biasanya dibuat
dari daging tetelan atau hati yang direbus, diolah, dan dimasak lagi.
Tiap jenis sosis
memiliki varian yang begitu beragam. Di Jerman, tercatat lebih dari 1500 jenis
sosis dengan penamaan yang berbeda-beda, sesuai dengan bahan yang digunakan,
jumlah komposisi daging, serta selera. Hal ini berbeda dengan di
Indonesia, yang belum memiliki standarisasi. Walaupun berkiblat ke Jerman,
resep sosis di Indonesia berbeda resep aslinya yang hampir 100%
menggunakan campuran daging atau lemak babi.
Dilihat dari jenis
dagingnya, sosis digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu sosis sapi, sosis
ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan
sebagai bahan baku
pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan menggunakan casing
usus babi, yang dinamakan “urutan”.
Berdasarkan daerah
pengembangannya, dikenal berbagai nama dagang (merek) sosis, contohnya :
1. Salami
Sausage, yang berasal dari daerah Salami. Sosis jenis ini dibuat
dari daging giling yang kadang-kadang dibiarkan tidak halus, sehingga
bagian-bagian dagingnya masih terlihat.
2. Bologna
Sausage dari Bologna,
merupakan sosis dengan tekstur yang lembut.
3. Frankfurter
Sausage dari Frankfurt, dengan tekstur yang
juga lembut. Sosis jenis ini nantinya lebih populer dengan nama Wiener
Sausage. Sedangkan di Amerika Serikat orang mengenalnya dengan istilah Hot
Dog.
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan
daging, sosis dibedakan atas sosis daging giling dan sosis emulsi. Dalam sosis
daging giling, daging tidak dihaluskan. Sehingga masih terlihat
serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur yang khas.
Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emulsi
dengan lemak yang ditambahkan.
C. Mikroba Yang Di Jumpai
Dalam Fermentasi Sosis
Mikroba
yang di jumpai Dalam fermentasi Sosis yaitu :
1.
Pediococcus cerevisiae dan Lactobacillus
plan tarum sebagai bakteri homo fermentatif sehingga tidak terbentuk gas di
dalam sosis dan di jumpai lebih banyak
pada permulaan fermentasi karena suhu yang agak panas di dalam sosis.
2.
Leuconostoc mesenteroides dan
Lactobacillus brevis bersifat heterofermentatif, menghasilkan gas CO2 sehinggs
pertumbuhan perlu dihambat. Kalau tidak, maka gas yang dihasilkannya dapat
menyebabkan sosis mengembung dan pecah.
3. Micrococcus
sp, yang di duga mengurangi kadar nitrik dan nitrat yang ditambahkan.
D. Klasifikasi
sosis YAITU terdiri atas :
1.
Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging
yang tidak dimasak, tidak dikuring, umumnya daging babi segar dan terkadang
daging sapi. Sosis jenis ini harus disimpan pada lemari pendingin dan dimasak
dahulu sebelum dihidangkan.
2.
Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai
karakteristik sama dengan sosis segar, namun sosis ini diselesaikan dengan
pengasapan untuk memberikan flavor dan warna yang berbeda, serta harus dimasak
dahulu sebelum dikonsumsi.
3.
Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu
atau lebih macam-macam daging unggas. Sosis ini biasanya merupakan sosis dengan
emulsi yang baik.
4.
Sosis kering dan semi kering, merupakan sosis yang
diproduksi melalui proses fermentasi dengan persiapan paling rumit diantara
semua jenis sosis. Perhatian penuh sangat dibutuhkan pada setiap tahap proses
pembuataannya, dan harus dilakukan selama beberapa bulan di bawah kondisi suhu
dan kelembabab yang terkontrol.
5.
Sosis daging
spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang biasanya dimasak
atau cendrung dibakar daripada diasap.
Sosis sapi banyak
digemari masyarakat karena selain rasanya enak, bergizi dan memiliki bentuk
yang menarik. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari
daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu,
dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan,
dengan atau tidak dimasak.
E. Alat dan Bahan
1. Alat
Beberapa peralatan yang
dibutuhkan dalam pembuatan sosis ini adalah yaitu squit, panci, kukusan, kompor
gas, baskom, timbangan duduk, blender atau gilingan
daging, pisau, telenan, benang, dan
thermometer.
2. Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan
adalah daging ayam 1 kg, tepung
sagu 150 gram, susu skim 100 gram, selongsong
(casing) secukupnya. Sedangkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan
diantaranya garam dapur 2,5 sendok makan, gula pasir 60 gram, lada atau merica
15 gram, bawang putih 20 gram, sendawa 40 ml, lemak
ayam 200 gram, minyak goreng 100 gram, cuka
40 ml, penyedap rasa 2 bungkus, jahe secukupnya, pala
5 gram, sodium trifosfat
STPP 0,25 sendok makan, dan es
batu 400 gram.
3. Pengawet
dan Pewarna
Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah nitrit.
Aktivitas antibakteri nitrit telah diuji dan ternyata efektif untuk mencegah
pertumbuhan bakteri Clostiridium botulinum, yang dikenal sebagai bakteri
patogen penyebab keracunan makanan. Nitrit dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan spora Clostiridium botulinum, Clostiridium
perfringens, dan Stapylococcus aureus pada daging yang diproses.
Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses kuring
daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil. Nitrit akan terurai
menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya bakal bereaksi dengan mioglobin
membentuk nitrosomioglobin.
Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan
banyak keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit
dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik.
Nitrosodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada hati
dan bersifat karsinogen kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada beberapa
organ tikus percobaan.
Jenis bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada sosis
berdasarkan SNI 01-0222-1995 adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium
nitrat (500 mg/kg), kalium nitrit (125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/kg),
serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis pewarna yang biasa digunakan pada sosis
adalah eritrosin dan merah allura, masing-masing dengan kadar maksimal 300
mg/kg.
F. Tahap Pembuatan Sosis
F. Tahap Pembuatan Sosis
Pada pembuatan sosis ada beberapa tahap
yang harus dikerjakan, yaitu kyuring, pembuatan adonan, pengisian selongsong,
pengasapan, dan perebusan :
1. Kuring
Kuring adalah pemeraman daging dengan menambahkan garam, nitrat atau
nitrir, phosphate, sodium aritrobat, atau
asam askorbat. Tahapannya, pertama daging dipotong sebesar telapak tangan (10X10X2
cm). Kemudian diolesi garam dan campuran gula (1%), garam kristal NaNO2
atau KNO2 (7,5 gram untuk 50 kg daging) dan sodium aritrobat sebanyak 22,5 gram
untuk 50 kg daging. Kuring dikerjakan pada suhu 2 – 4 0C selama
sehari semalam.
2. Pembuatan Adonan
Pencincangan, pemberian bumbu-bumbu meliputi
: garam, gula pasir, bawang putih, merica, sendawa, penyedap rasa,
Sodium Trifosfat (STPP), binding,
dan filling.
3. Casing
Selongsong pada umumnya terdiri dari usus
sapi, kambing, domba, dan babi. Selongsong dapat pula berupa bahan lain yang
khusus dibuat untuk itu, seperti sellulosa, kolagen atau plastik.
·
Pembagian jenis casing
Terdapat tiga
jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu alami, kolagen,
serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing
ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada
produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet.
Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah.
Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah.
Casing selulosa
sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan.
Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak.
Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak.
4. Perebusan
Tujuan perebusan adalah memberikan rasa dan
aroma tertentu pada sosis, memberikan warna yang lebih karena terbentuknya
senyawa nitrosohemokhrom dan memperpanjang daya simpan.
Sosis yang telah diasapkan, direbus dalam ketel dengan suhu 70 -75 0C,
lama perebusan tegantung jenis sosis yang diproduksi.
G. BAGAN TAHAP PEMBUATAN SOSIS
![]() |
||
|
H. Proses Pembuatan Sosis
Sebelum membuat sosis, penting
untuk mengetahui tahapan pembuatan dan alat serta bahan yang dibutuhkan.
Setelah mengetahui kedua hal tersebut, langkah selanjutnya adalah mengetahui
proses pembuatan sosis. proses pembuatan sosis adalah sebagai berikut :
1. Bersihkan
daging, pisahkan dari tulangnya lalu diiris halus.
2. Giling
daging, garam, setengah bagian es, sendawa, dan Sodium Trifosfat (STPP) di dalam blender atau food processor.
3. Masukkan lemak, tepung sagu, susu skim,
bumbu, dan sisa es ke dalam blender, lalu giling kembali sambil ditambahkan
minyak goreng.
4. Dinginkan adonan yang telah halus
selama 10 menit, lalu masukkan ke dalam squit atau stuffers yang bagian ujungnya telah dipasang casing.
5. Masukkan
adonan ke dalam casing, lalu ikat ujung casing menggunakan benang.
6. Rebus
casing berisi adonan pada suhu 600C selama 45 menit. Tujuan perebusan adalah memberikan rasa
dan aroma tertentu pada sosis, memberikan warna yang lebih karena terbentuknya
senyawa nitrosohemokrom yang stabil. Nitrosohemokrom ini
menghasilkan warna merah muda yang merupakan warna utama daging kuring,
perebusan juga dapat memperpanjang daya simpan.
7. Perebusan
dilakukan dalam panci yang berisi air dan kontrol dengan termometer. Usahakan
suhu tetap stabil selama 45 menit.
8. Sosis
yang telah masak bisa dihidangkan untuk dikonsumsi.
Proses pembuatan diawali dengan penggilingan daging beserta bahan-bahan
yang ditambahkan seperti lemak, garam, STPP, dan es batu. Bahan-bahan tersebut sebaiknya digiling dengan
menggunakan food processor agar lembut dan terjadi proses emulsifikasi
pada adonan.
Emulsifikasi yang terjadi dalam proses ini mengikatkan hubungan antara
lemak dengan air sehingga protein dapat menjalankan tugasnya sebagai pengemulsi
yang dapat menyatukan partikel-partikel yang tidak dapat saling larut. Hal ini
didukung oleh Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian :
1. Fase pertama adalah fase terdispersi yang terdiri dari
partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya
minyak, meskipun tidak selalu.
2. Fase kedua adalah fase kontinyu. Pada makanan, zat ini
biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan
dan terlihat garis pemisah yang jelas.
3. Agar
partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya,
dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk
kedua cairan diatas.
Pada adonan sosis yang banyak mengandung kadar air di dalamnya, pembuatan
sosis dapat disiasati dengan menambahkan protein yang dapat diambil dari tepung
berprotein tinggi atau susu skim. Fungsinya adalah meningkatkan daya emulsi
untuk mengikat air dan lemak.
Penambahan es batu bertujuan untuk menjaga suhu adonan agar tidak terlalu
panas akibat gaya gesek yang terjadi selama pengggilingan. Sehingga protein
yang ada dalam daging tidak terdenaturasi. Es pada adonan ini berfungsi untuk
mengempukkan sosis, karena kadar air akan meningkat.
Hal ini didukung dengan pernyaataan Soeparno (1994), fungsi air adalah
untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein
yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk
melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi
daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan kuring. Penambahan es batu
dilakukan secara bertahap dengan total penambahan 400 gram (40%). Menurut Kramlich (1971), pada proses
pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%.
Bahan lain yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ini adalah garam. Garam
yang digunakan sebanyak + 3,9%. Garam berfungsi untuk mempercepat
kelarutan protein otot dan meningkatkan daya mengikat air. Selain itu, garam
juga berkontribusi langsung terhadap citarasa sosis dan bahan pengawet yang
mencegah pertumbuhan bakteri. Wilson et al. (1981) menjelaskan bahwa larutan
garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya.
Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
Sodium Trifospat (STTP) ini berguna untuk mengenyalkan sosis yang karena
dapat meningkatkan daya mengikat air pada daging dalam proses emulsifikasi.
Uraian ini didukung oleh Wilson et al. (1981) yang mengatakan bahwa fosfat yang
digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol
pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi
tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air,
emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.
Proses penggilingan sosis ditambahkan dengan bumbu-bumbu lain seperti
susu skim, bawang putih, pala, merica, jahe, dan penyedap rasa. Bahan tambahan
tersebut berfungsi untuk memberikan flavor yang enak dalam sosis serta dapat
juga berfungsi sebagai bahan pengawet makanan yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri.
Tepung sagu yang
ditambahkan dalam adonan sosis berfungsi sebagai bahan pengisi yang berpengaruh
kecil terhadap emulsifikasi. Penambahan tepung sagu ini dapat membantu meningkatkan daya mengikat air selama proses
pengolahan. Penambahan tepung sagu
akan berpengaruh terhadap rasa daging yang ada dalam sosis, semakin tinggi
tepung yang ditambahkan maka semakin tinggi jumlah atau volume adonan tetapi
akan semakin rendah rasa daging dalam sosis. Kandungan utama tepung sagu adalah pati. Pati mempunyai
rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas
dapat membentuk sol atau gel yang bersifat kental.
Kemudian adonan dapat dikemas menggunakan selongsong sosis. Selongsong yang
digunakan dapat dipilih sesuai
dengan kebutuhan. Adonan dimasukkan ke dalam squit atau stuffers kemudian ditekan hingga
adonan masuk selongsong lalu diikat.
Proses pengemasan yang sudah selesai kemudian dilanjutkan dengan proses
pemasakan sosis. Sosis yang dibuat dimasak selama 45 menit pada suhu 60oC.
Pemanasan dengan suhu rendah ini bertujuan meminimalkan potensi pecah dan
melelehnya selongsong karena pemanasan. Pemanasan tersebut sebaiknya menggunakan api kecil saja dan
tidak boleh dibiarkan hingga air rebusan mendidih.
I. KANDUNGAN GIZI SOSIS DAN KOMPOSISINYA
Menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung
protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika
standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan
sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak dan kolesterol sosis yang cukup
tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah
masalah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya, dikemudian hari. Jika
anak anda suka makan sosis, sebaiknya anda memilih produk sosis dengan
kandungan lemak yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 10%). Untuk itu, anda
harus jeli membaca kandungan nutrisi pada label.
Komposisi pada setiap kemasan sosis sehat yaitu :
- Daging (ayam/sapi)
- Protein nabati
- Minyak nabati
- Bumbu (rempah-rempah)
- Garam
BAB III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Dari keseluruhan isi makalah ini, dapat disimpulkan bahwa cara pembuatan
sosis cukup mudah, yaitu dengan menggiling daging, menggiling bumbu,
mencampurnya, memasukkan dalam casing, kemudian merebusnya.
1.2
Saran
Pada makalah ini, cara pembuatan sosis yang disajikan adalah cara pembuatan
sosis yang paling umum dan dengan proses pengolahan terbaru. Bila suatu saat ada
cara yang lebih baru dalam pembuatan sosis, misalnya penggunaan pengenyal lain
yang lebih aman, mungkin dapat ditambahkan dalam makalah selanjutnya, agar
makalah yang dibuat dapat lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
http://bataviase.co.id/
http://bertani.wordpress.com/2010/10/27/pembuatan-sosis/#comment-36
http://duniasapi.com/id/makanan/1475-jenis-resep-sosis.html
http://en.wordpress.com/tag/tinjauan-pustaka-sosis/
http://fastasqi.wordpress.com/
http://pelitaku.sabda.org/jenis_jenis_tulisan/memahami_struktur_karya_tulis_
ilmiah/
http://www.dalimunthe.com/search/label/info%20buat%20kamu