Minggu, 23 Desember 2012

Contoh proposal magang (KKL)


LOGO UNISI
PROPOSAL KERJA PRAKTEK

PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) PADA PRODUKSI SANTAN



LOGO UNISI


Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat
Untuk Memulai Kerja Praktek

Di
PT. PULAU SAMBU
Oleh :

                              Nama       : SARIPUDIN
                              Nim          : 202101010027

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI
TEMBILAHAN
2013
LEMBAR PENGESAHAN

Judul             : Good manufacturing Practice (GMP) Pada Proses
                        Pengolahan santan di PT. Pula­­­u Sambu Guntung
Penyusun                  : Saripudin
Nim                           : 202101010027





Tembilahan, 21 Desember 2012

Mengetahui,




AGUS NUROSO, S.Tp
Ketua Prodi
Menyetujui,




MUHAMMAD DONG, SP
Pembantu Dekan

KATA PENGANTAR
Kuliah Kerja Lapangan atau yang disingkat dengan “KKL” merupakan salah satu tugas yang harus dipenuhi mahasiswa sebelum menyelesaikan studinya di Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Islam Indragiri. Kegiatan kuliah kerja lapangan ini dilaksanakan untuk memberikan wawasan yang lebih luas dan mengenalkan dunia nyata kepada mahasiswa.
Modul kuliah kerja lapangan digunakan sebagai pedoman kerja oleh program studi, bagian akademik, dosen pembimbing untuk membantu dan menyediakan layanan yang baik bagi mahasiswa. Sedangkan bagi mahasiswa dokumen ini menjadi acuan kerja dalam menyelesaikan tugas kuliah kerja lapangannya.
Penulis menyadari, bahwa penulisan proposal ini masih banyak terdapat kekurangan, karena keterbatasan ilmu dan kemampuan. Untuk itu penulis mengharapkan tanggapan, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan proposal ini, atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat disebut satu-persatu, penulis ucapkan terima kasih.

                                                                               Tembilahan, 21 Desember 2012
                                                                                                       

                                                                                                Penyusun



DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan..................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................... i
Kata pengantar.......................................................................................... ii
I. Pendahuluan........................................................................................... 1
I.I Latar Belakang........................................................................................ 1
2.1 Tujuan.................................................................................................... 2
II. Landasan Teori..................................................................................... 3
2..1 Santan................................................................................................... 3
2.2 Good Manufacturing Practices (GMP).................................................. 3
III. Metodologi............................................................................................ 5
3.1 Nama Kegiatan...................................................................................... 5
3.2 Waktu Pelaksanaan................................................................................ 5
3.3 Tempat Pelaksanaan............................................................................... 5
3.4 Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan..................................................... 5
Daftar  pustaka        





I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk ketrampilan dan kecakapan seseorang untuk memasuki dunia kerja. Pendidikan yang dilakukan di perguruan tinggi masih terbatas pada pemberian teori dan praktek dalam skala kecil dengan intensitas yang terbatas. Agar dapat memahami dan memecahkan setiap permasalahan yang muncul di dunia kerja, maka mahasiswa perlu melakukan kegiatan pelatihan kerja secara langsung di instansi/lembaga yang relevan dengan program pendidikan yang diikuti. Sehingga setelah lepas dari ikatan akademik di perguruan tinggi yang bersangkutan, mahasiswa bisa memanfaatkan ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh selama masa pendidikan dan masa pelatihan kerja untuk melanjutkan kiprahnya di dunia kerja yang sebenarnya. Sebab, untuk dapat terjun langsung di masyarakat tidak hanya dibutuhkan pendidikan formal yang tinggi dengan perolehan nilai yang memuaskan, namun diperlukan juga ketrampilan (skill) dan pengalaman pendukung untuk lebih mengenali bidang pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
Salah satu program yang dapat ditempuh adalah dengan melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan. Kuliah Kerja Lapangan adalah kegiatan akademik (intrakulikuler) yang dilakukan oleh mahasiswa dengan melakukan praktek kerja secara langsung pada lembaga/instansi yang relevan dengan pendidikan yang diambil mahasiswa dalam perkuliahan. Kegiatan ini sesuai dengan kurikulum program S1, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Indragiri (UNISI) Tembilahan, bahwa pada semester enam, setiap mahasiswa diwajibkan melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan yang mempunyai bobot 3 sks. Kuliah Kerja Lapangan digunakan sebagai pengaplikasian ilmu-ilmu yang didapat dibangku perkuliahan.
Sesuai dengan tuntutan dari kurikulum pendidikan S1 Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Indragiri, maka untuk kegiatan kuliah kerja lapangan mahasiswa ini dilaksanakan di industri yang bergarak di bidang pengolahan produk pangan. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan produk pangan adalah PT. Pulau Sambu. Perusahaan ini merupakan contoh perusahaan yang memproduksi berbagai macam olahan pangan berbahan baku buah kelapa, namun produk yang sangat terkenal dari perusahaan ini adalah produk Fatigon Hydro dan santan. Dalam pelaksanaan kuliah kerja lapangan di perusahaan ini kami berorientasi pada proses sanitasi dan keamanan pangan.
Dengan melakukan kegiatan kuliah kerja lapangan di perusahaan ini, kami mengharapkan dapat menimba ilmu secara langsung mengenai proses penerapan GMP pada produksi santan.
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah :
  1. Mengembangkan wawasan dan pengalaman mahasiswa dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
  2. Agar mahasiswa memperoleh keterampilan dan pengalaman kerja praktis sehingga secara langsung dapat memecahkan permasalahan yang ada dalam kegiatan di bidang pengolahan pangan.
  3. Agar mahasiswa dapat melakukan dan membandingkan penerapan teori yang diterima di jenjang akademik dengan praktek yang dilakukan di lapangan.
  4. Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai hubungan antara teori dan penerapannya sehingga dapat memberikan bekal bagi mahasiswa untuk terjun ke masyarakat.
  5. Meningkatkan hubungan kerja sama yang baik antara perguruan tinggi, pemerintah, dan perusahaan.
2. Tujuan khusus dari kegitan magang ini adalah :

  1. Mengetahui proses penerapan GMP pada produksi santan di PT. Pulau Sambu. Guntung.
  2. Melihat dan memahami secara langsung proses penerapan GMP pada produksi santan di PT. Pulau Sambu. Guntung.

II. LANDASAN TEORI
2.1 Santan
Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih susu yang diperoleh dengan cara pemerasan parutan daging kelapa dengan atau tanpa penambahan air. Santan kental merupakan hasil olahan santan kelapa yang telah diberi emulsifier, sehingga emulsinya lebih stabil. Namun, santan kental mudah rusak dan berbau tengik, karena itu perlu diupayakan produk santan kental siap pakai yang mempunyai daya simpan cukup. Untuk memperpanjang masa simpan santan kental diperlukan perlakuan pemanasan (Ramdhoni et all., 2009).
Santan merupakan bentuk emulsi minyak dalam air dengan protein sebagai stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi. Di dalam sistem emulsi minyak air, protein membungkus butir-butir minyak dengan suatu lapisan tipis sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein sebagai pembungkus butir-butir minyak.
Pemarutan merupakan tahap pendahuluan dalam memperoleh santan. Pemarutan bertujuan untuk menghancurkan daging buah dan merusak jaringan yang mengandung santan sehingga santan mudah keluar dari jaringan tersebut. Pemerasan dengan menggunakan tangan untuk memberikan tekanan pada hasil parutan dan memaksa santan keluar dari jaringan. Mengekstraksi santan dapat dilakukan pemerasan dengan tangan dan selanjutnya dilakukan penyaringan. Dalam industri makanan, peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa , flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan.
2.2 Good Manufacturing Practices (GMP)
Dewasa ini, kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP- Good Manufacturing Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point).
Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz, 1997).
Menurut Fardiaz (1997), dua hal yang berkaitan dengan penerapan CPMB di industri pangan adalah CCP dan HACCP. Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis adalah setiap titip, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari produksi, pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan ingredien, pengolahan, pengemasan, distribusi sampai dikonsumsi oleh konsumen. Limit kritis (critical limit) adalah toleransi yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. Limit kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan.



III. METODOLOGI
3.1 Nama Kegiatan
Kuliah kerja lapangan mahasiswa S1 Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Indragiri.
3.2 Waktu pelaksanaan
Kegiatan kuliah kerja lapangan akan dilaksanakan mulai tanggal 10 Februari 2012 sampai 11 Maret 2012. Dengan jam kerja menyesuaikan dengan kebijakan perusahaan.
3.3 Tempat Pelaksanaan
PT. Pulau Sambu di Guntung.
3.4 Pelaksana Kuliah Kerja Lapangan
Nama               : Saripudin
Nim                 : 202101010027
Program Studi : S1 Teknologi Pangan
Fakultas           : Fakultas Pertanian, Universitas Islam Indragiri.







DAFTAR PUSTAKA
Winarno, F.G., dan Surono, (2002), GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik, Bogor : M-Brio Press.
Soedijanto dan Sianipar.(1985). Kelapa. Jakarta : Yasaguna
Rony Palungkun.(1999). Aneka produk Olahan Kelapa. Jakarat : Penebar Swadaya




Sabtu, 10 November 2012

makalah sosis



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat berdampak pula pada produk-produk daging. Berbagai jenis olahan daging telah banyak beredar dalam masyarakat seperti bakso, sosis, daging asap, abon dan lain-lain. Sosis merupakan salah satu bahan makanan olahan yang cukup digemari karena praktis, dan rasanya yang enak. Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, maka cara pengolahan sosis pun berkembang. Di masyarakat, dikenal beberapa cara yang umum digunakan untuk membuat sosis. Berikut ini akan dibahas salah satu cara pembuatan sosis yang tergolong baru dan mudah diterapkan saat ini.

B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan sedikit informasi mengenai cara pembuatan sosis kepada masyarakat luas.



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sosis
Sosis berasal dari bahasa latin yaitu “salsus” yang berarti digarami atau daging yang disiapkan melalui penggaraman (Pearson dan Tauber, 1984). Sosis yang umum adalah produk daging giling yang dimasukan kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik (bulat panjang) dengan berbagai ukuran (Rust, 1987). Sejarah perkembangan sosis berjalan lambat, dimulai dengan proses penggaraman yang sederhana dan pengeringan daging. Hal ini dilakukan untuk mengawetkan daging segar yang tidak dikonsumsi dengan segera (Kramlich, 1971).
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudia dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan kedalam pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak, dengan atau tanpa diasap (Hadiwiyoto, 19830). Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis merupakan topping populer untuk pizza. Sosis terdiri dari bermacam - macam tipe, ada sosis mentah dan juga sosis matang. Di Indonesia terdapat berpuluh - puluh merk sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa, tergantung jenis sosisnya dan secara umum dapat dilihat dari harganya.

B. Landasan Teori

1. Daging
Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral, khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan- bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan – bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Kurang lebih 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein. (Sugiyono dan Muchtadi,1992).

Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Menurut Forrest et al . (1975), nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Di samping kandungan proteinnya tinggi, daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen organik (Soeparno,1994).

2. Emulsi Sosis
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno,1994).
Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan pengemulsi.
Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya kandungan lean. Garam mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi.
Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi. Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson et al., 1981).

3. Air
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994). Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan.
Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981).

4. Garam
Garam berfungsi untul memberikan citarasa dan sebagai pengawet. Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2.5 % karena adanya hubungan dengan penyakit darah tinggi, penggunaan garam semakin dikurangi. Pada konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya kasar nampaknya kurang asin bila dibandingkan dengan sosis yang halus teksturnya (Kramlich,1971).
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.


5. Sodium Trifosfat (STPP)
Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan (Wilson et al.,1981). Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 %.
Wilson et al. (1981) mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.

6. Lemak
Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak berpengaruh pada keempukan da jus daging. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 %. (Kramlich,1971).

7. Bahan pengikat
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai serta skim bubuk. (Soeparno,1994).

8. Penyedap dan bumbu
Penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis (Soeparno, 1994). Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk bubuk (Rust, 1987). Penambahn bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor, dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan (Pearson dan Tauber, 1984 ).
9. Selongsong sosis
Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis. Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan Tauber,1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu:
1.      Selongsong yang terbuat dari usus hewan
2.      Selongsong yang terbuat dari kolagen
3.      Selongsong yang terbuat dari selulosa
4.      Selongsong yang terbuat dari plastik
5.      Selongsong yang terbuat dari logam

Sosis memang jenis makanan yang lezat dan mudah diolah dengan berbagai resep sosis. Aneka ragam variasi sosis dengan mudah dapat diperoleh baik di pasar modern maupun pasar tradisional.  Perbedaan jenis sosis terletak pada warna, bentuk, ukuran, cita rasa, bahkan bahan dasar dan proses pembuatannya. Berdasarkan metode cara membuat Sosis, secara umum dibagi menjadi 5, yaitu :
1.      Fresh Sausage, yaitu sosis yang dibuat dari daging segar yang belum mengalami pelayuan dan tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Proses pembuatan Sosis segar tidak menggunakan proses pemasakan ataupun diasapi. Sosis jenis ini harus didinginkan dan dimasak sebelum dimakan. Contohnya Fresh Beef sausage.
2.      Fresh Smoke Sausage, yaitu Fresh Sausage yang diasap. Sosis ini juga harus didinginkan dan dimasak sebelum dimakan. Contohnya adalah Mettwurst.
3.      Dry sausage, adalah Fresh sausage yang dikeringkan.Sosis jenis ini biasanya dimakan dalam kondisi dingin dan didiamkan dalam jangka waktu lama.
4.      Cooked Sausage, dibuat dari daging segar yang kemudian dimasak / direbus. Sosis jenis ini biasanya dimakan segera setelah dimasak atau apabila disimpan maka harus  dipanaskan terlebih dahulu  sebelum dimakan. Contoh sosis jenis ini adalah sosis Veal, Braunschweiger.
5.      Cooked Smoked Sausages, sosis jenis ini hampir sama dengan Cooked Sausage, tetapi setelah direbus maka sosis diasap atau diasap dahulu  baru kemudian direbus. Sosis jenis ini dapat dimakan panas atau dingin, tetapi harus disimpan dilemari pendingin, Contohnya Wiener, Kielbasa atau Bologna.
Sedangkan menurut Dr. Ir. Joko Hermanianto, dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, sosis dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1.      Sosis mentah (rohwurst), dibuat dari daging sapi mentah yang digiling (tanpa proses pemasakan), kemudian ditambahkan kultur bakteri lactobacillus sehingga terjadi proses fermentasi.
2.      Sosis matang (brunchwurst), dibuat dari daging mentah digiling, diolah, lalu dimasak. Sosis jenis Brunchwurst merupakan jenis sosis yang paling banyak beredar di Indonesia
3.      Sosis masak (kochwurst), biasanya dibuat  dari daging tetelan atau hati yang direbus, diolah, dan dimasak lagi.
Tiap jenis sosis memiliki varian yang begitu beragam. Di Jerman, tercatat lebih dari 1500 jenis sosis dengan penamaan yang berbeda-beda, sesuai dengan bahan yang digunakan, jumlah komposisi daging, serta selera. Hal ini  berbeda dengan di Indonesia, yang belum memiliki standarisasi. Walaupun berkiblat ke Jerman, resep sosis di Indonesia berbeda resep aslinya yang  hampir 100% menggunakan campuran daging atau lemak babi.
Dilihat dari jenis dagingnya, sosis digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu sosis sapi, sosis ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan menggunakan casing usus babi, yang dinamakan “urutan”.
Berdasarkan daerah pengembangannya, dikenal berbagai nama dagang (merek) sosis, contohnya :
1.      Salami Sausage, yang berasal dari daerah Salami.   Sosis jenis ini dibuat dari  daging giling yang kadang-kadang dibiarkan tidak halus, sehingga bagian-bagian dagingnya masih terlihat.
2.      Bologna Sausage dari Bologna, merupakan sosis dengan tekstur yang lembut.
3.      Frankfurter Sausage dari Frankfurt, dengan tekstur yang juga lembut. Sosis jenis ini nantinya  lebih populer dengan nama Wiener Sausage. Sedangkan di Amerika Serikat orang mengenalnya dengan istilah Hot Dog.
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dibedakan atas sosis daging giling dan sosis emulsi. Dalam sosis daging giling, daging tidak dihaluskan.  Sehingga masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur yang khas. Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emulsi dengan lemak yang ditambahkan.
C. Mikroba Yang Di Jumpai Dalam Fermentasi Sosis
Mikroba yang di jumpai Dalam fermentasi Sosis yaitu :
1.      Pediococcus cerevisiae dan Lactobacillus plan tarum sebagai bakteri homo fermentatif sehingga tidak terbentuk gas di dalam sosis dan di jumpai lebih banyak  pada permulaan fermentasi karena suhu yang agak panas di dalam sosis.
2.      Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus brevis bersifat heterofermentatif, menghasilkan gas CO2 sehinggs pertumbuhan perlu dihambat. Kalau tidak, maka gas yang dihasilkannya dapat menyebabkan sosis mengembung dan pecah.
3.      Micrococcus sp, yang di duga mengurangi kadar nitrik dan nitrat yang ditambahkan.
D. Klasifikasi sosis YAITU terdiri atas :
1.      Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang tidak dimasak, tidak dikuring, umumnya daging babi segar dan terkadang daging sapi. Sosis jenis ini harus disimpan pada lemari pendingin dan dimasak dahulu sebelum dihidangkan.
2.      Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai karakteristik sama dengan sosis segar, namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor dan warna yang berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.
3.      Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih macam-macam daging unggas. Sosis ini biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang baik.
4.      Sosis kering dan semi kering, merupakan sosis yang diproduksi melalui proses fermentasi dengan persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis. Perhatian penuh sangat dibutuhkan pada setiap tahap proses pembuataannya, dan harus dilakukan selama beberapa bulan di bawah kondisi suhu dan kelembabab yang terkontrol.
5.      Sosis daging spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang biasanya dimasak atau cendrung dibakar daripada diasap.
Sosis sapi banyak digemari masyarakat karena selain rasanya enak, bergizi dan memiliki bentuk yang menarik. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak.



E. Alat dan Bahan

1.  Alat
Beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan sosis ini adalah yaitu squit, panci, kukusan, kompor gas, baskom, timbangan duduk, blender atau gilingan daging, pisau, telenan, benang, dan thermometer.

2.  Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah daging ayam 1 kg, tepung sagu 150 gram, susu skim 100 gram, selongsong (casing) secukupnya. Sedangkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan diantaranya garam dapur 2,5 sendok makan, gula pasir 60 gram, lada atau merica 15 gram, bawang putih 20 gram, sendawa 40 ml, lemak ayam 200 gram, minyak goreng 100 gram, cuka 40 ml, penyedap rasa 2 bungkus, jahe secukupnya, pala 5 gram, sodium trifosfat STPP 0,25 sendok makan, dan es batu 400 gram.

3.  Pengawet dan Pewarna
Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah nitrit. Aktivitas antibakteri nitrit telah diuji dan ternyata efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri Clostiridium botulinum, yang dikenal sebagai bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Nitrit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora Clostiridium botulinum, Clostiridium perfringens, dan Stapylococcus aureus pada daging yang diproses.
Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses kuring daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil. Nitrit akan terurai menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya bakal bereaksi dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobin.
Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan banyak keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Nitrosodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan bersifat karsinogen kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada beberapa organ tikus percobaan.
Jenis bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada sosis berdasarkan SNI 01-0222-1995 adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium nitrat (500 mg/kg), kalium nitrit (125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/kg), serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis pewarna yang biasa digunakan pada sosis adalah eritrosin dan merah allura, masing-masing dengan kadar maksimal 300 mg/kg.

F. Tahap Pembuatan Sosis
Pada pembuatan sosis ada beberapa tahap yang harus dikerjakan, yaitu kyuring, pembuatan adonan, pengisian selongsong, pengasapan, dan perebusan :
1.      Kuring
Kuring adalah pemeraman daging dengan menambahkan garam, nitrat atau nitrir, phosphate, sodium aritrobat, atau asam askorbat. Tahapannya, pertama daging dipotong sebesar telapak tangan (10X10X2 cm). Kemudian diolesi garam dan campuran gula (1%), garam kristal NaNO2 atau KNO2 (7,5 gram untuk 50 kg daging) dan sodium aritrobat sebanyak 22,5 gram untuk 50 kg daging. Kuring dikerjakan pada suhu 2 – 4 0C selama sehari semalam.

2.      Pembuatan Adonan
Pencincangan, pemberian bumbu-bumbu meliputi : garam, gula pasir, bawang putih, merica, sendawa, penyedap rasa, Sodium Trifosfat (STPP), binding, dan filling.

3.      Casing
Selongsong pada umumnya terdiri dari usus sapi, kambing, domba, dan babi. Selongsong dapat pula berupa bahan lain yang khusus dibuat untuk itu, seperti sellulosa, kolagen atau plastik.


·         Pembagian jenis casing

Terdapat tiga jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet.
Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah.
Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan.
Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak.

4.      Perebusan
Tujuan perebusan adalah memberikan rasa dan aroma tertentu pada sosis, memberikan warna yang lebih karena terbentuknya senyawa nitrosohemokhrom dan memperpanjang daya simpan. Sosis yang telah diasapkan, direbus dalam ketel dengan suhu 70 -75 0C, lama perebusan tegantung jenis sosis yang diproduksi.


G. BAGAN TAHAP PEMBUATAN SOSIS






PEREBUSAN
 
 













H. Proses Pembuatan Sosis

Sebelum membuat sosis, penting untuk mengetahui tahapan pembuatan dan alat serta bahan yang dibutuhkan. Setelah mengetahui kedua hal tersebut, langkah selanjutnya adalah mengetahui proses pembuatan sosis. proses pembuatan sosis adalah sebagai berikut :

1.      Bersihkan daging, pisahkan dari tulangnya lalu diiris halus.
2.      Giling daging, garam, setengah bagian es, sendawa, dan Sodium Trifosfat (STPP) di dalam blender atau food processor.
3.       Masukkan lemak, tepung sagu, susu skim, bumbu, dan sisa es ke dalam blender, lalu giling kembali sambil ditambahkan minyak goreng.
4.       Dinginkan adonan yang telah halus selama 10 menit, lalu masukkan ke dalam squit atau stuffers yang bagian ujungnya telah dipasang casing.
5.      Masukkan adonan ke dalam casing, lalu ikat ujung casing menggunakan benang.
6.      Rebus casing berisi adonan pada suhu 600C selama 45 menit. Tujuan perebusan adalah memberikan rasa dan aroma tertentu pada sosis, memberikan warna yang lebih karena terbentuknya senyawa nitrosohemokrom yang stabil. Nitrosohemokrom ini menghasilkan warna merah muda yang merupakan warna utama daging kuring, perebusan juga dapat memperpanjang daya simpan.
7.      Perebusan dilakukan dalam panci yang berisi air dan kontrol dengan termometer. Usahakan suhu tetap stabil selama 45 menit.
8.      Sosis yang telah masak bisa dihidangkan untuk dikonsumsi. 

Proses pembuatan diawali dengan penggilingan daging beserta bahan-bahan yang ditambahkan seperti lemak, garam, STPP, dan es batu. Bahan-bahan tersebut sebaiknya digiling dengan menggunakan food processor agar lembut dan terjadi proses emulsifikasi pada adonan.
Emulsifikasi yang terjadi dalam proses ini mengikatkan hubungan antara lemak dengan air sehingga protein dapat menjalankan tugasnya sebagai pengemulsi yang dapat menyatukan partikel-partikel yang tidak dapat saling larut. Hal ini didukung oleh Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian :
1.      Fase pertama adalah fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu.
2.       Fase kedua adalah fase kontinyu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas.
3.      Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas.

Pada adonan sosis yang banyak mengandung kadar air di dalamnya, pembuatan sosis dapat disiasati dengan menambahkan protein yang dapat diambil dari tepung berprotein tinggi atau susu skim. Fungsinya adalah meningkatkan daya emulsi untuk mengikat air dan lemak.
Penambahan es batu bertujuan untuk menjaga suhu adonan agar tidak terlalu panas akibat gaya gesek yang terjadi selama pengggilingan. Sehingga protein yang ada dalam daging tidak terdenaturasi. Es pada adonan ini berfungsi untuk mengempukkan sosis, karena kadar air akan meningkat.
Hal ini didukung dengan pernyaataan Soeparno (1994), fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan kuring. Penambahan es batu dilakukan secara bertahap dengan total penambahan 400 gram (40%). Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%.
Bahan lain yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ini adalah garam. Garam yang digunakan sebanyak + 3,9%. Garam berfungsi untuk mempercepat kelarutan protein otot dan meningkatkan daya mengikat air. Selain itu, garam juga berkontribusi langsung terhadap citarasa sosis dan bahan pengawet yang mencegah pertumbuhan bakteri. Wilson et al. (1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
Sodium Trifospat (STTP) ini berguna untuk mengenyalkan sosis yang karena dapat meningkatkan daya mengikat air pada daging dalam proses emulsifikasi. Uraian ini didukung oleh Wilson et al. (1981) yang mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.
Proses penggilingan sosis ditambahkan dengan bumbu-bumbu lain seperti susu skim, bawang putih, pala, merica, jahe, dan penyedap rasa. Bahan tambahan tersebut berfungsi untuk memberikan flavor yang enak dalam sosis serta dapat juga berfungsi sebagai bahan pengawet makanan yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri.
Tepung sagu yang ditambahkan dalam adonan sosis berfungsi sebagai bahan pengisi yang berpengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Penambahan tepung sagu ini dapat membantu meningkatkan daya mengikat air selama proses pengolahan. Penambahan tepung sagu akan berpengaruh terhadap rasa daging yang ada dalam sosis, semakin tinggi tepung yang ditambahkan maka semakin tinggi jumlah atau volume adonan tetapi akan semakin rendah rasa daging dalam sosis. Kandungan utama tepung sagu adalah pati. Pati mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang bersifat kental.
Kemudian adonan dapat dikemas menggunakan selongsong sosis. Selongsong yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Adonan dimasukkan ke dalam squit atau stuffers kemudian ditekan hingga adonan masuk selongsong lalu diikat.
Proses pengemasan yang sudah selesai kemudian dilanjutkan dengan proses pemasakan sosis. Sosis yang dibuat dimasak selama 45 menit pada suhu 60oC. Pemanasan dengan suhu rendah ini bertujuan meminimalkan potensi pecah dan melelehnya selongsong karena pemanasan. Pemanasan tersebut sebaiknya menggunakan api kecil saja dan tidak boleh dibiarkan hingga air rebusan mendidih.

I. KANDUNGAN GIZI SOSIS  DAN KOMPOSISINYA


Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah masalah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya, dikemudian hari. Jika anak anda suka makan sosis, sebaiknya anda memilih produk sosis dengan kandungan lemak yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 10%). Untuk itu, anda harus jeli membaca kandungan nutrisi pada label.

Komposisi pada setiap kemasan sosis sehat yaitu :
  • Daging (ayam/sapi)
  • Protein nabati
  • Minyak nabati
  • Bumbu (rempah-rempah)
  • Garam

BAB III
PENUTUP

1.1    Kesimpulan

Dari keseluruhan isi makalah ini, dapat disimpulkan bahwa cara pembuatan sosis cukup mudah, yaitu dengan menggiling daging, menggiling bumbu, mencampurnya, memasukkan dalam casing, kemudian merebusnya.

1.2    Saran

Pada makalah ini, cara pembuatan sosis yang disajikan adalah cara pembuatan sosis yang paling umum dan dengan proses pengolahan terbaru. Bila suatu saat ada cara yang lebih baru dalam pembuatan sosis, misalnya penggunaan pengenyal lain yang lebih aman, mungkin dapat ditambahkan dalam makalah selanjutnya, agar makalah yang dibuat dapat lebih lengkap.


DAFTAR PUSTAKA

http://bataviase.co.id/
http://bertani.wordpress.com/2010/10/27/pembuatan-sosis/#comment-36
http://duniasapi.com/id/makanan/1475-jenis-resep-sosis.html
http://en.wordpress.com/tag/tinjauan-pustaka-sosis/
http://fastasqi.wordpress.com/

http://pelitaku.sabda.org/jenis_jenis_tulisan/memahami_struktur_karya_tulis_

ilmiah/

http://www.dalimunthe.com/search/label/info%20buat%20kamu